Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah tentu memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diamanahkan Undang-Undang. Karena matematika merupakan mata pelajaran yang membekali peserta didik dengan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Adapun tujuan pendidikan matematika sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum KTSP mata pelajaran matematika (dalam Depdiknas, 2006), yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut, profesionalisme guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sangat dituntut. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain pembelajaran matematika dengan metode atau pendekatan yang mampu membelajarkan siswa, siswa sebagai subjek belajar bukan lagi objek belajar. Sehingga efek dari pembelajaran matematika tersebut akan menjadikan siswa memiliki kemampuan penalaran, komunikasi, koneksi, dan mampu memecahkan masalah.
Khususnya, pemecahan masalah merupakan cara untuk mengembangkan keterampilan intelektual tingkat tinggi, menurut teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne. Dengan pemecahan masalah, dapat menjawab tuntutan dalam kurikulum matematika sekolah yaitu agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaaan di dunia nyata yang selalu berkembang, melalui latihan atas dasar pemikiran yang logis, rasionall kritis, cermat, jujur dan efektif. Tuntutan dalam kurikulum tersebut tentu tidak mungkin dapat dicapai hanya melalui hapalan, latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin serta dengan proses pembelajaran yang biasa sehingga diperlukan pembelajaran yang sesuai.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan salah satu alternatif pendekatan yang dapat digunakan oleh guru matematika dalam mengembangkan keterampilan intelektual tiinggi guna mencapai tuntutan kurikulum matematika sekolah. Menurut Suherman (2001: 83) pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaianya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin. Dengan demikian, pendekatan pemecahan masalah adalah jalan yang ditempuh oleh guru untuk membantu siswa dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki untuk memecahakan masalah yang bersifat tidak rutin.
Seperti halnya pada materi pecahan di SD kelas V, yang memiliki beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa diantaranya ialah menggunakan konsep perkalian pecahan dalam pemecahan masalah. Untuk itu, penulis mendesain materi pecahan dengan pendekatan pemecahan masalah.
1. TINJAUAN TEORI
1.1. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioprasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan suatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan sesorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir (Gagne, 1985) dalam Wena (2008, 52).
Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus. Hakikat pemecahan masalah adalah melakukan oprasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sabagai seorang pemula (nevice) memcahkan suatu masalah, dalam (Wena,2008,52 ).
Menurut Travers dalam Wena (2008, 52) kemampuan yang bersifat prosedural harus dapat diuji transfer pada situasi permasalahan baru yang relevan, karena yang dipelajari adalah prosedur-prosedur pemecahan masalah yang berorientasi pada proses. Sedangkan menurut Raka Joni dalam Wena (2008, 52) mengatakan bahwa proses yang dimaksud bukan dilihat sebagai perolehan informasi yang terjadi secara sutu arah dari luar kedalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimulasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
Menurut Gagne (1996) dalam Yamin (2008, 81) pemecahan masalah (problem solving) adalah tipe belajar yang tingkahnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya. Untuk memahami apa itu pemecahan masalah,kita harus memahami dahulu kata masalah. Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaiknya tanpa menggunakan cara atau logaritma yang rutin.
Dengan demikian pendekatan pemecahan masalah adalah suatu jalan yang ditempuh oleh guru untuk membantu siswa dalam menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki untuk memecahkan masalah yang bersifat tidak rutin
Ciri-ciri pemecahan masalah (problem solving) dalam Yamin (2008, 81) adalah:
1. Siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil.
2. Tugas yang diselesaikan adalah persoalan realistik untuk dipecahkan, namun lebih dikuasai soal yang memungkinkan lebih banyak kemungkinan jawabannya.
3. Siswa menggunakan sebgai pendekatan belajar.
4. Hasil belajar didiskusikan antara semua siswa.
Keuntungan dan kekurangan pemecahan masalah (problem solving) dalam Yamin (2008, 83) :
Keuntungan:
1. Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami materi ajar.
2. Pemecahan masalah memberikan tantangan pada siswa, danmereka merasa puas dari hasil penemuan baru itu.
3. Pemecahan masalah melibatkan secara aktif dalam belajar
4. Pemecahan masalah membantu siswa belajar bagaimana mentransfer penegetahuan mereka kedalam persoalan dunia nyata.
5. Pemecahan masalah membantu siswa mengembangkan pengetahuan baru untuk kepentingan persoalan berikutnya. Ini dapat membantu siswa mengevaluasi proses dan hasil belajarnya.
2. Pemecahan masalah dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kritis siswa dan kemampuan mereka mengadaptasi situasi pembelajaran baru.
3. Pemecahan masalah membantu siswa mengevaluasi pemahamannya dan mengidntifikasi alur berpikirnya.
Kekurangan:
1. Kecuali bila masalah tersebut dapat memotivasi, siswa mungkin akan berkkerja sibuk.
2. Kecuali kalau siswa tertarik dan percaya bahwa mereka mampu memecahkan, mereka mungkin akan segera mencoba.
3. Keberhasilan pelajaran pemecahan masalah mensyaratkan banyak persiapan.
4. Kecuali kalau siswa memahami bagaimana mereka berusaha memecahkan bagaian dari soal, mereka mungkij tidak akan belajar.
5. Ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan kemampuan dan kepercayaan, karena didominasi oleh siswa yang mampu.
6. Beberapa siswa mungkin memiliki gaya belajar yang tidak familiar utnuk digunakan dalam pemecahan masalah.
2.3.1. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Didalam pembelajaran matematika, terutama tentang pembelajaran pemecahan masalah, menurut Georg Polya dalam Al-Khowarizmi (http://lela-al-khowarizmi.blogspot.com) ada 4 langkah-langkah pemecahan masalah sebagai strategi umum yang perlu dilakukan dalam pembelajaran melalui pemecahan masalah. Keempat langkah tersebut yaitu:
1. Memahami masalah
Pada langkah ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahuipada permasalahan yang ditanyakan.
2. Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah
Pada langkah ini, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk memecahan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi pemecahan masalah ini, hal yang penting untuk diperhatikan adalah apakah strategi tersebut berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan.
3. Melaksanakan penyelesaian soal
Siswa diarahkan menyelesaikan soal sesuai yang telah direncanakan. Pada langkah kamampuan siswa dalam memahami subtansi dan ketrampilan siswa dalam melakukan perhitungan matematika akan sangat membantu siswa dalam melaksanakan langkah kedua ini.
4. Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh
Pada langkah ini penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.
2. TEORI YANG RELEVAN
Teori yang relevan dengan pendekatan pemecahan masalah yaitu:
1. Problem Based Instruction (Pengajaran Berdasarkan Masalah)
Secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan (Trianto, 2009). Pada model pembelajaran berdasarkan masalah ini, siswa bekerja sama dalam memecahkan masalah tersebut di dalam kelompok-kelompok kecil yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Selama proses pembelajaran, siswa seringkali menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah, dan berpikir kritis. Sehingga pengajaran berbasis masalah sangat cocok dengan pembelajaran pada materi ini yaitu pemecahan masalah pada materi perkalian pecahan.
2. Teori Gagne
Menurut Gagne (dalam Suherman, 2001: 35) belajar matematika ada dua objek yang diperoeh oleh siswa yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek lansung berupa fakta, ketrampilan, konsep dan aturan. Sedangkan objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positf terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar.
Ada delapan tipe belajar menurut Gagne (dalam Riyanto, 2009: 55-56), yaitu:
1. Tipe I : Belajar Sinyal
2. Tipe II : Belajar perangsang reaksi
3. Tipe III : Belajar membentuk rangkaian gerak – gerik
4. Tipe IV : Belajar asosiasi verbal
5. Tipe V : Belajar diskriminasi yang jamak
6. Tipe VI : Belajar konsep
7. Tipe VII : Belajar kaidah
8. Tipe VIII : Belajar Memecahkan Masalah
Teori belajar Gagne sangat cocok dalam pembelajaran pada materi ini karena belajar memecahkan masalah merupakan belajar yang menggabungkan aturan – aturan atau kaidah yang telah dipelajari siswa diaman aturan – aturan itu dikombinasikan agar menghasilkan aturan baru yang dipergunakan untuk memecahkan masalah (Hudoyo, 1998: 33).
0 komentar:
Posting Komentar